Saturday, May 16, 2015

pembelajaran tatap muka...

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran tatap muka merupakan pembelajaran yang sangat umum berlangsung saat ini. Pembelajaran tatap muka harus direncanakan secara khusus berdasarkan kaidah-kaidah pengembangan bahan ajar dan standar proses dalam penerapannya. Pada pembelajaran tatap muka, kemampuan mengajar pengajar sangat menentukan, misalnya penguasaan konsep materi pelajaran dan lingkungan tempat belajar. Konsep materi pelajaran dan lingkungan belajar dapat dikembangkan dengan tepat sesuai dengan kondisi peserta didik melalui model-model pembelajaran yang telah banyak dikembangkan saat ini. Menurut Mursell & Nasution (2008) mengajar dengan sukses tak dapat dilakukan menurut suatu pola tertentu yang diikuti secara rutin. Agar berhasil dengan baik, mengajar memerlukan kecakapan, pemahaman, inisiatif, dan kreativitas dari pihak pengajar. Berdasarakan latar belakang tersebut maka penulis melakukan kajian literatur dan menyajikannya dalam bentuk makalah yang berjudul “Metode Pembelajaran Tatap Muka (Face to Face Learning) dengan tujuan untuk memperluas wawasan kependidikan dan menstimulasi kreativitas dalam belajar dan mengajar

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.        Bagaimanakah konsep belajar, pembelajaran, dan pembelajaran tatap muka?
2.        Bagaimanakah  pengelolaan siswa pada pembelajaran tatap muka?
3.        Bagaimanakah konsep pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran tatap muka yang relevan ?

.BAB II
PEMBAHASAN
           


1. Belajar dan Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik.
Tingkah laku yang berubah sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas, mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Keberhasilan belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang termasuk faktor internal, yaitu: kecerdasan, bakat (attitude), keterampilan (kecakapan), minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal, adalah kondisi di luar individu peserta didik  yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal adalah:  lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (keadaan sosio-ekonomis, sosio kultural, dan keadaan masyarakat).
Pada hakikatnya belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
guna memerlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif.
Strategi pembelajaran merupakan suatu seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efesien dan efektif  Cara-cara yang dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach and Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya

2. Pembelajaran Tatap Muka
Berdasarkan makna belajar dan pembelajaran di atas maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran tatap muka merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik secara tatap muka, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang berlangsung di dalam peserta didik yang dapat diketahui atau diprediksi selama proses tatap muka.
Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Berdasarkan  kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
Untuk sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi. Sedangkan, untuk sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi dikoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.[1]

C. Ragam Konsep Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode Pembelajaran  Tatap Muka yang Relevan
Pembelajaran atau barang kali menggunakan istilah “belajar dan mengajar” sebenarnya merupakan sebuah usaha secara sadar dan terencana dengan tujuan terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik. Sebagai seorang guru/pendidik tentu harus berupaya agar usaha yang dilakukan dapat berhasil dengan baik sehingga usahanya efektif.
Agar dapat memainkan perannya secara efektif, seorang guru menurut Arends (2004) harus mempunyai empat atribut sebagai berikut:
1.        Guru yang efektif mempunyai dasar pengetahuan mengenai belajar dan mengajar dan menggunakan pengetahuan ini sebagai petunjuk dalam praktik mengajar mereka.
2.        Guru yang efektif menguasai sekumpulan cara praktik  mengajar (model, strategi, prosedur) dan dapat menggunakannya untuk membelajarkan siswa dalam kelas dan untuk bekerjasama dengan orang lain di lingkungan sekolah
3.        Guru yang efektif mempunyai pengaturan dan keterampilan untuk melakukan pendekatan pada semua aspek pekerjaannya dengan cara yang reflektif, kesejawatan dan dalam rangka pemecahan masalah.
4.        Guru yang efektif memandang belajar mengajar sebagai proses belajar sepanjang hayat dan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan bekerja untuk meningkatkan kemampuan pengajarannya sendiri dan meningkatkan mutu sekolah.

1. Pendekatan Multikultural
Pendidikan multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya
Pembelajaran dengan pendekatan multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat  Pendidikan multikultural diselenggarakan dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis.
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi: (1) untuk memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok
Di samping itu, pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk kebebasan yang bertujuan untuk: (1) membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan kebebasan masyarakat; (2) memajukan kekebasan, kecakapan, keterampilan terhadap lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa kelompok dan budaya orang lain.

2. Pendekatan Kooperatif
Susanto menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif memandang pembelajaran dari sudut pandangan siswa sebagai masyarakat belajar. Siswa dalam satu kelas dipandang sebagai masyarakat heterogen ditinjau dari etnis, gender, sosial ekonomi, dan kemampuan. Siswa sebagai masyarakat belajar seharusnya berkumpul, berinteraksi, belajar bersama, dan bekerja sama untuk saling membantu sehingga semuanya berhasil dalam belajarnya. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa yang bekerja dalam kelompok akan belajar lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang kelasnya dikelola secara tradisional.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Roger dan David dalam Kumalasari  untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kelompok yang harus diterapkan, yaitu:
1)        Saling ketergantungan positif (positive independence)
2)        Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)
3)        Tatap muka (face to face)
4)        Komunikasi antar anggota
5)        Evaluasi proses kelompok
Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan

3. Pendekatan Salingtemas
Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi ini dapat terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar.
            Ada dua istilah yang sangat erat kaitannya tetapi berbeda secara gradual, ialah “alam sekitar” dan “lingkungan”. Alam sekitar mencangkup segala hal yang ada di sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun yang akan datang tidak terikat pada dimensi waktu yang tepat. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu kepada individu.
Lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor tradisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri dari berikut ini :
1)        Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat bagi kelompok besar atau kelompok kecil.
2)        Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
3)        Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
4)        Lingkungan kultural mencangkup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran.
Suatu lingkungan pendidikan atau pengajaran memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1.        Fungsi psikologis
Stimulus bersumber atau berasal dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu.
2.        Fungsi pedagogis
Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, misalnya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga-lembaga sosial.
3.        Fungsi instruksional
Program instruksional merupakan lingkungan pengajaran atau pembelajaran yang dirancang secara khusus.
            Suatu dimensi lingkungan yang sangat penting adalah masyarakat. Dalam kontens ini masyarakat mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-sumber alami, sumber budaya, sistem nilai dan norma, kondisi atau situasi serta masalah-masalah, dan berbagai hambatan dalam masyarakat, secara keseluruhan merupakan lingkungan masyarakat.[2]

4. Pendekatan PAIKEM
            PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Selanjutnya, PAIKEM dapat didefinisikan sebagai: pendekatan mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi” guru. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk mengimple- mentasikan PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi; 3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi [3]
            Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita  yakni:
a)        PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak mengenal pendekatan pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya pasif, sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan, bahkan kadang-kadang menakutkan siswa.
b)        PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat  kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif untuk melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik juga didorong agar  kreatif dalam berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme yang menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru dengan gagasan atau pengetahuan awal yang telah dimilikinya, sehingga mereka mampu membangun makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga dalam pembelajaran peserta didik selalu menjadi subjek aktif sedangkan guru menjadi fasilitator dan pembimbing belajar mereka.[4]

BAB III
KESIMPULAN

1.      Pembelajaran tatap muka merupakan pembelajaran yang memungkinkan interaksi pendidik dan peserta didik dalam satu lingkungan dengan tujuan untuk mencapai memberikan pengalaman belajar langsung kepada peserta didik.
2.      Berdasarkan makna belajar dan pembelajaran, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran tatap muka merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik secara tatap muka, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang berlangsung di dalam peserta didik yang dapat diketahui atau diprediksi selama proses tatap muka.
3.      Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Dalam hal ini seorang guru perlu menerapkan adanya pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan melalui berbagai keterampilan mengajar di dalam kelas.









DAFTAR PUSTAKA

 Depdiknas. 2008. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur, dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas

Mursell, J. & Nasution. 2008. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bina Aksara.

Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana, Juni – Juli 2005.

Syah, M., Kariadinata, R. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Bahan Pelatihan PLPG, Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Bandung: UIN Sunan Gunung Jati.






[1] Depdiknas. 2008. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur, dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

[2] Mursell, J. & Nasution. 2008. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bina Aksara.

[3] Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana, Juni – Juli 2005.

[4] Syah, M., Kariadinata, R. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Bahan Pelatihan PLPG, Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Bandung: UIN Sunan Gunung Jati.

santri tersesat........

asalam....
aku sahri , aku anak psantren, anak psantren biasaya di identik dengan penter ngaji, rajin salat, pencer ceramah, rajin salat. tapi ciri itu semua g ada pd diri gw..
gw g tau gw cocokya anak apaya? anak malas kalinya? tahlah, yg pasti gw pasti bisa dapetin ciri itu semuaya, biar gw sesuai sama dengan ciri dan propesi di atas...
salam,,,,,,