BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran tatap muka merupakan
pembelajaran yang sangat umum berlangsung saat ini. Pembelajaran tatap muka
harus direncanakan secara khusus berdasarkan kaidah-kaidah pengembangan bahan
ajar dan standar proses dalam penerapannya. Pada pembelajaran tatap muka,
kemampuan mengajar pengajar sangat menentukan, misalnya penguasaan konsep
materi pelajaran dan lingkungan tempat belajar. Konsep materi pelajaran dan
lingkungan belajar dapat dikembangkan dengan tepat sesuai dengan kondisi
peserta didik melalui model-model pembelajaran yang telah banyak dikembangkan
saat ini. Menurut Mursell & Nasution (2008) mengajar dengan sukses tak
dapat dilakukan menurut suatu pola tertentu yang diikuti secara rutin. Agar
berhasil dengan baik, mengajar memerlukan kecakapan, pemahaman, inisiatif, dan
kreativitas dari pihak pengajar. Berdasarakan latar belakang tersebut maka
penulis melakukan kajian literatur dan menyajikannya dalam bentuk makalah yang
berjudul “Metode Pembelajaran Tatap Muka” (Face to Face
Learning) dengan tujuan untuk memperluas
wawasan kependidikan dan menstimulasi kreativitas dalam belajar dan mengajar
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1.
Bagaimanakah
konsep belajar, pembelajaran, dan pembelajaran tatap muka?
2.
Bagaimanakah
pengelolaan siswa pada pembelajaran
tatap muka?
3.
Bagaimanakah
konsep pendekatan, strategi, model, dan metode pembelajaran tatap muka yang
relevan ?
.BAB II
PEMBAHASAN
1. Belajar dan
Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan
konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan
upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi
dengan lingkungan. Pola tingkah laku yang terjadi dapat dilihat atau diamati
dalam bentuk perbuatan reaksi dan sikap secara mental dan fisik.
Tingkah laku
yang berubah sebagai hasil proses pembelajaran mengandung pengertian luas,
mencakup pengetahuan, pemahaman, sikap, dan sebagainya. Perubahan yang terjadi
memiliki karakteristik: (1) perubahan terjadi secara sadar, (2) perubahan dalam
belajar bersifat sinambung dan fungsional, (3) tidak bersifat sementara, (4) bersifat
positif dan aktif, (5) memiliki arah dan tujuan, dan (6) mencakup seluruh aspek
perubahan tingkah laku, yaitu pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Keberhasilan
belajar peserta didik dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal, yaitu kondisi dalam proses belajar yang berasal dari dalam diri
sendiri, sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Ada beberapa hal yang
termasuk faktor internal, yaitu: kecerdasan, bakat (attitude), keterampilan
(kecakapan), minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental. Faktor eksternal,
adalah kondisi di luar individu peserta didik
yang mempengaruhi belajarnya. Adapun yang termasuk faktor eksternal
adalah: lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat (keadaan sosio-ekonomis, sosio kultural, dan keadaan masyarakat).
Pada hakikatnya
belajar dilakukan oleh siapa saja, baik anak-anak maupun manusia dewasa. Pada
kenyataannya ada kewajiban bagi manusia dewasa atau orang-orang yang memiliki
kompetensi lebih dahulu agar menyediakan ruang, waktu, dan kondisi agar terjadi
proses belajar pada anak-anak. Dalam hal ini proses belajar diharapkan terjadi
secara optimal pada peserta didik melalui cara-cara yang dirancang dan
difasilitasi oleh guru di sekolah. Dengan demikian diperlukan kegiatan
pembelajaran yang disiapkan oleh guru.
guna memerlukan
teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai dengan karakteristik tujuan,
peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat
dan efektif.
Strategi
pembelajaran merupakan suatu seni
dan ilmu untuk membawa pembelajaran
sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara
efesien dan efektif Cara-cara yang
dipilih dalam menyusun strategi pembelajaran meliputi sifat, lingkup dan urutan
kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik (Gerlach
and Ely). “ Strategi
belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur dan kegiatan, melainkan
juga termasuk di dalamnya materi pengajaran atau paket pengajarannya”
2. Pembelajaran Tatap
Muka
Berdasarkan
makna belajar dan pembelajaran di atas maka dapat diasumsikan bahwa
pembelajaran tatap muka merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar peserta didik secara tatap muka, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian eksternal yang berlangsung di dalam peserta didik yang dapat
diketahui atau diprediksi selama proses tatap muka.
Sebagai tahapan
strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan
dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal.
Berdasarkan kegiatan pembelajaran
terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur.
Untuk sekolah yang menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan
dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode
yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi
kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen,
observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab,
atau simulasi. Sedangkan, untuk sekolah yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap
muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup
kemungkinan menggunakan strategi dikoveri
inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi,
diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.[1]
C.
Ragam Konsep Pendekatan, Strategi, Model, dan Metode
Pembelajaran Tatap Muka yang Relevan
Pembelajaran
atau barang kali menggunakan istilah “belajar dan mengajar” sebenarnya
merupakan sebuah usaha secara sadar dan terencana dengan tujuan terjadinya
perubahan perilaku pada peserta didik. Sebagai seorang guru/pendidik tentu
harus berupaya agar usaha yang dilakukan dapat berhasil dengan baik sehingga
usahanya efektif.
Agar dapat
memainkan perannya secara efektif, seorang guru menurut Arends (2004) harus
mempunyai empat atribut sebagai berikut:
1.
Guru
yang efektif mempunyai dasar pengetahuan mengenai belajar dan mengajar dan menggunakan
pengetahuan ini sebagai petunjuk dalam praktik mengajar mereka.
2.
Guru
yang efektif menguasai sekumpulan cara praktik mengajar (model, strategi,
prosedur) dan dapat menggunakannya untuk membelajarkan siswa dalam kelas dan
untuk bekerjasama dengan orang lain di lingkungan sekolah
3.
Guru
yang efektif mempunyai pengaturan dan keterampilan untuk melakukan pendekatan
pada semua aspek pekerjaannya dengan cara yang reflektif, kesejawatan dan dalam
rangka pemecahan masalah.
4.
Guru
yang efektif memandang belajar mengajar sebagai proses belajar sepanjang hayat
dan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan bekerja untuk meningkatkan kemampuan
pengajarannya sendiri dan meningkatkan mutu sekolah.
1.
Pendekatan Multikultural
Pendidikan
multuikultural didefinisikan sebagai sebuah kebijakan sosial yang didasarkan
pada prinsip-prinsip pemeliharaan budaya dan saling memiliki rasa hormat antara
seluruh kelompok budaya di dalam masyarakat. Pembelajaran multikultural pada
dasarnya merupakan program pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat
berpartisipasi dalam mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya.
Dalam
konteks yang luas, pendidikan multikultural mencoba membantu menyatukan bangsa
secara demokratis, dengan menekankan pada perspektif pluralitas masyarakat di
berbagai bangsa, etnik, kelompok budaya yang berbeda. Dengan
demikian sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik dari nilai-nilai
demokrasi. Kurikulum menampakkan aneka kelompok budaya yang berbeda dalam
masyarakat, bahasa, dan dialek; dimana para pelajar lebih baik berbicara
tentang rasa hormat di antara mereka dan menunjung tinggi nilai-nilai
kerjasama, dari pada membicarakan persaingan dan prasangka di antara sejumlah
pelajar yang berbeda dalam hal ras, etnik, budaya dan kelompok status sosialnya
Pembelajaran
dengan pendekatan multikultural berusaha memberdayakan siswa untuk
mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya, memberi kesempatan
untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda etnis atau
rasnya secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk
mengakui ketepatan dari pandangan-pandangan budaya yang beragam, membantu siswa
dalam mengembangkan kebanggaan terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan
siswa bahwa konflik nilai sering menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat
Pendidikan multikultural diselenggarakan
dalam upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam memandang kehidupan dari
berbagai perspektif budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka miliki, dan
bersikap positif terhadap perbedaan budaya, ras, dan etnis.
Tujuan
pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi: (1) untuk
memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka
ragam; (2) untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap
perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan; (3) memberikan ketahanan
siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan
sosialnya; (4) untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan
lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok
Di samping itu,
pembelajaran berbasis multikultural dibangun atas dasar konsep pendidikan untuk
kebebasan yang bertujuan untuk: (1) membantu siswa atau mahasiswa mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk berpartisipasi di dalam demokrasi dan
kebebasan masyarakat; (2) memajukan kekebasan, kecakapan, keterampilan terhadap
lintas batas-batas etnik dan budaya untuk berpartisipasi dalam beberapa
kelompok dan budaya orang lain.
2.
Pendekatan Kooperatif
Susanto menjelaskan
bahwa pembelajaran kooperatif memandang pembelajaran dari sudut pandangan siswa
sebagai masyarakat belajar. Siswa dalam satu kelas dipandang sebagai masyarakat
heterogen ditinjau dari etnis, gender, sosial ekonomi, dan kemampuan. Siswa
sebagai masyarakat belajar seharusnya berkumpul, berinteraksi, belajar bersama,
dan bekerja sama untuk saling membantu sehingga semuanya berhasil dalam
belajarnya. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa yang bekerja dalam
kelompok akan belajar lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang kelasnya
dikelola secara tradisional.
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok
harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Roger
dan David dalam Kumalasari untuk mencapai
hasil yang maksimal, ada lima unsur model pembelajaran kelompok yang harus
diterapkan, yaitu:
1)
Saling
ketergantungan positif (positive independence)
2)
Tanggung
jawab perseorangan (individual accountability)
3)
Tatap
muka (face to face)
4)
Komunikasi
antar anggota
5)
Evaluasi
proses kelompok
Beberapa ciri
dari pembelajaran kooperatif adalah: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan
interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung
jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu
mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya
berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan
3.
Pendekatan Salingtemas
Belajar pada
hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan
menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan sebaliknya individu
memberikan respons terhadap lingkungan. Dalam proses interaksi ini dapat
terjadi perubahan pada diri individu berupa perubahan tingkah laku. Dapat juga
terjadi, individu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik yang
positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan, bahwa fungsi lingkungan
merupakan faktor yang penting dalam proses belajar mengajar.
Ada
dua istilah yang sangat erat kaitannya tetapi berbeda secara gradual, ialah
“alam sekitar” dan “lingkungan”. Alam sekitar mencangkup segala hal yang ada di
sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik masa silam mupun
yang akan datang tidak terikat pada dimensi waktu yang tepat. Lingkungan adalah
sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan atau pengaruh tertentu
kepada individu.
Lingkungan
(environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor tradisional yang
mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting.
Lingkungan belajar atau pembelajaran atau pendidikan terdiri dari berikut ini :
1)
Lingkungan
sosial adalah lingkungan masyarakat bagi kelompok besar atau kelompok kecil.
2)
Lingkungan
personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap
individu pribadi lainnya.
3)
Lingkungan
alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai
sumber belajar.
4)
Lingkungan
kultural mencangkup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber
belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran.
Suatu lingkungan pendidikan atau
pengajaran memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
1.
Fungsi
psikologis
Stimulus
bersumber atau berasal dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap
individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu.
2.
Fungsi
pedagogis
Lingkungan
memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang
sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, misalnya keluarga, sekolah,
lembaga pelatihan, lembaga-lembaga sosial.
3.
Fungsi
instruksional
Program
instruksional merupakan lingkungan pengajaran atau pembelajaran yang dirancang
secara khusus.
Suatu
dimensi lingkungan yang sangat penting adalah masyarakat. Dalam kontens ini
masyarakat mencangkup unsur-unsur individu, kelompok, sumber-sumber alami,
sumber budaya, sistem nilai dan norma, kondisi atau situasi serta
masalah-masalah, dan berbagai hambatan dalam masyarakat, secara keseluruhan
merupakan lingkungan masyarakat.[2]
4.
Pendekatan PAIKEM
PAIKEM
merupakan singkatan dari Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Selanjutnya, PAIKEM
dapat didefinisikan sebagai: pendekatan
mengajar (approach to teaching) yang digunakan bersama metode tertentu
dan pelbagai media pengajaran yang disertai penataan lingkungan sedemikian rupa
agar proses pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan. Dengan demikian, para siswa merasa tertarik dan mudah menyerap
pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan. Selain itu, PAIKEM juga
memungkinkan siwa melakukan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan sikap,
pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi”
guru. Di antara metode-metode mengajar yang amat mungkin digunakan untuk
mengimple- mentasikan PAIKEM, ialah: 1) metode ceramah plus, 2) metode diskusi;
3) metode demonstrasi; 4) metode role-play; dan 5) metode simulasi [3]
Sekurang-kurangnya ada dua alasan perlunya pendekatan
PAIKEM diterapkan di sekolah/madrasah kita
yakni:
a)
PAIKEM lebih memungkinkan perserta didik dan guru
sama-sama aktif terlibat dalam pembelajaran. Selama ini kita lebih banyak
mengenal pendekatan pembelajaran konvensional. Hanya guru yang aktif (monologis), sementara para siswanya
pasif, sehingga pembelajaran menjemukan, tidak menarik, tidak menyenangkan,
bahkan kadang-kadang menakutkan siswa.
b)
PAIKEM lebih memungkinkan guru dan siswa berbuat kreatif bersama. Guru mengupayakan segala cara secara kreatif untuk
melibatkan semua siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu, peserta didik
juga didorong agar kreatif dalam
berinteraksi dengan sesama teman, guru, materi pelajaran dan segala alat bantu
belajar, sehingga hasil pembelajaran dapat meningkat.
PAIKEM dilandasi oleh falsafah konstruktivisme
yang menekankan agar peserta didik mampu mengintegrasikan gagasan baru
dengan gagasan atau pengetahuan awal yang telah dimilikinya, sehingga mereka
mampu membangun makna bagi fenomena yang berbeda. Falsafah pragmatisme yang berorientasi pada tercapainya tujuan secara mudah
dan langsung juga menjadi landasan PAIKEM, sehingga dalam pembelajaran peserta
didik selalu menjadi subjek aktif sedangkan guru menjadi fasilitator dan
pembimbing belajar mereka.[4]
BAB III
KESIMPULAN
1. Pembelajaran tatap muka merupakan
pembelajaran yang memungkinkan interaksi pendidik dan peserta didik dalam satu
lingkungan dengan tujuan untuk mencapai memberikan pengalaman belajar langsung
kepada peserta didik.
2. Berdasarkan makna belajar dan
pembelajaran, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran tatap muka merupakan
seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta
didik secara tatap muka, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal
yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian eksternal yang berlangsung
di dalam peserta didik yang dapat diketahui atau diprediksi selama proses tatap
muka.
3. Berkaitan dengan faktor proses, guru
menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Kompetensi guru
dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Dalam hal ini seorang
guru perlu menerapkan adanya pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan melalui
berbagai keterampilan mengajar di dalam kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
2008. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur, dan Kegiatan Mandiri
Tidak Terstruktur. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas
Mursell, J. & Nasution. 2008. Mengajar dengan
Sukses. Jakarta: Bina Aksara.
Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran
Inovatif dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah.
Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA, dan SMK se Kabupaten Jembrana,
Juni – Juli 2005.
Syah, M., Kariadinata, R. 2009. Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Bahan
Pelatihan PLPG, Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Bandung: UIN Sunan Gunung
Jati.
[1] Depdiknas.
2008. Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur, dan Kegiatan Mandiri
Tidak Terstruktur. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
[3] Santyasa,
I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Makalah. Disajikan dalam Penataran Guru-Guru SMP, SMA,
dan SMK se Kabupaten Jembrana, Juni – Juli 2005.
[4] Syah,
M., Kariadinata, R. 2009. Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan (PAIKEM). Bahan Pelatihan PLPG, Rayon Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. Bandung: UIN Sunan Gunung Jati.